Pengalaman KKN Sambil Jalan-Jalan

Pengalaman KKN Sambil Jalan-Jalan
Sekarang lagi hot-hotnya cerita horor "KKN Desa Penari" ya?
Saya jadi ikutan mau cerita tentang pengalaman KKN nih. Pastinya bukan cerita horor, karena ini kan blog tentang jalan-jalan. Jadi ceritanya ya pasti tentang KKN dan jalan-jalan dong yes.


Saya lupa KKN tahun berapa, yang jelas waktu itu masih jaman jebot, jaman Hp masih Nokiyem 3310 dan belum banyak yang punya. Belum jaman kamera digital, semua kamera masih pakai film yang kadang gambarnya kobong (ketahuan kalau saya udah tuwir ya.. hahahaha). 
Lokasi KKN saya di Desa Bangunrejo, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Nggak terlalu ndeso pelosok banget, cuma sekitar 6 km dari Kantor Bupati Kendal. Desanya kecil banget, sebagian besar wilayahnya adalah sawah. Nggak perlu mendaki gunung dan lewat hutan belantara. Paling lewat sawah-sawah yang gelap gulita aja yang kadang pas pengkolan ada orang lagi jongkok di pinggir saluran irigasi buat buang hajat. Sing mesakke nek pas kena clorotan lampu motor, mak byak... ketok nganu.
Waktu itu sih suasananya ya masih desa biasa dengan sawah yang luas, penerangan minimalis, masih banyak rumah yang nggak punya MCK meski beberapa rumah ada yang sudah berdinding tembok yang biasanya dimiliki oleh mbak-mbak BMI alias TKW di luar negeri. Mungkin kalau sekarang desa ini sudah maju jaya, rame, dan terang benderang.

Satu kelompok KKN di desa saya ada 13 orang, angka keramat yang mungkin disukai oleh jeng Badarawuhi. Semuanya dari fakultas dan jurusan yang berbeda. Nggak ada yang kenal sebelumnya. Baru kenalan pas udah sampai posko KKN dan jebule ada salah satu yang mahasiswane bapak saya. 

Kami, 6 perempuan dan 7 laki-laki, tinggal tersebar di 4 rumah yang berbeda. Beda-beda gang juga. Saya bersama 2 orang teman perempuan tinggal di rumah pak modin yang saya lupa namanya. Eh kalian tahu pak modin, kan? Itu lho, petugas yang mengurus kematian di desa. Nah, rumah pak modin ini sebelahan banget sama pekuburan desa yang lengkap dengan pohon-pohon bambu dan pohon rimbun lainnya yang menunjang sebuah pekuburan. Jadi kuburan ini ada di sebelah sampai ke belakang rumah pak modin. Memang pak modin ini all out banget sama pekerjaannya. Ngurus kematian dan rumahnya samping kuburan. hehehe

Rumah pak modin masih kayu, lantainya sudah bertegel, WC-nya sudah tembok meski sangat sederhana yang letaknya di belakang rumah, dekat pawon yang sebelahan sama wit pring-pringan yang rimbun dan tentu saja kuburan. Paling serem kalau pas angin agak kenceng, bunyi anginnya kedengeran ditambah bunyi bambu 'krek...krek...' gitu. Tapi biar nggak takut, anggep aja lagi ada panda yang lagi makan bambu di kebon. hihihi
Kami bertiga kalau mandi sore maksimal jam 5 biar nggak horor. Lebih dari jam 5 mendingan nggak mandi. Kalo mau pipis malem harus minta ditemenin, takut ada mas-mas ganteng demit jenis gede berbulu yang iseng ngintip. hahahaha

Baca juga: Traveling Nggak Harus Nunggu Kaya

Saya sih seneng ya KKN di desa gini. Maklum, saya ini aseli orang kota yang nggak pernah ngerasain main di desa, nggak tahu gimana rasanya tinggal di desa yang ada sawahnya, nggak pernah lihat orang nanem padi, dsb. 
Dulu jaman SD, tiap pelajaran Bahasa Indonesia selalu ada cerita yang berjudul "Berlibur di Rumah Nenek" yang digambarkan rumah nenek ada di desa, dengan gunung, sawah dan sungai. Weee saya tuh penasaran banget gimana rasanya liburan di tempat seperti itu. Secara rumah nenek saya 22nya ada di pusat kota yang tentu saja nggak ada sawahnya.
Makanya pas KKN dapet desa yang sawahnya luas, saya girang bukan kepalang. hahaha



Saya punya "gank jalan-jalan". Anggotanya cuma ber 4, 2 perempuan (saya dan mbak Indri) dan 2 laki-laki (Jono @johnsirait dan Bayu). Kalau pas nggak ngerjain proyek dan nggak ada acara desa, kami selalu ngilang sehabis salat Ashar dan kembali ke posko setelah Maghrib atau kadang setelah Isya. Kalau Sabtu-Minggu kadang kami ngilang seharian. Ngapain aja?
Yo mesti kabur klayapan. Daripada bengong doang. Secara desanya kecil, penduduknya nggak banyak. Jadinya sunyi sepi gitu.
Kami motoran ke desa-desa tetangga yang satu kecamatan juga ke desa-desa di kecamatan tetangga. Tujuan kami adalah ke posko KKN di desa tersebut. 
Iseng-iseng berhadiah aja, siapa tahu ketemu temen sefakultas atau sejurusan yang kenal kalo pas nggak ada yang kenal ya jadi bisa nambah kenalan. Selain itu kami juga cari tahu, ada apa aja sih di desa itu, program apa saja yang dikerjakan tim KKN di sana. 
Pastinya yang terpenting adalah selalu dapet pengalaman baru. 

Baca juga: Bertemu Orang-Orang Baik di Korea

Pengalaman I

Pernah nih, kami motoran ke kecamatan something (saya lali). Pokoknya lumayan jauh dari desa kami. Kabarnya salah satu desa di sana kalo malem banyak yang jualan durian. Rencananya kami akan singgah di beberapa desa dan jajan durian. Kami harus kembali ke desa sebelum isya, karena ada undangan rapat bersama pak lurah di balai desa.
Eh baru sampai di posko KKN desa ke-3 yang kami singgahi, hari sudah menjelang maghrib. Pas banget sak deso listriknya mati total. Gelap gulita. Di luar hujan mulai turun. Weh, piye iki mulihe. Mana kami belum kesampaian jajan durian pula. Akhirnya setelah numpang salat maghrib di posko dalam keadaan gelap gulita dan hujan mulai reda meski masih gerimis dikit, kami langsung cabut balik dan membatalkan niat jajan durian. Soalnya nggak enak sama pak lurah kalau kami nggak nongol di balai desa.
Sampai di desa kami ternyata sudah lewat jam 8 malam dan acara di balai desa sudah selesai. 

Karena kami berempat dan tinggal di rumah terpisah, sementara saya dan Jono make motor pinjeman, maka kami antar mbak Indri dan balikin motor dulu. Udah gitu kami bertiga liat-liatan dan berakhir ngakak. Gimana caranya 2 lelaki ini nganterin saya ke rumah pak modin sementara motornya cuma tinggal 1 (motor si Bayu). Sementara kalau jalan kaki kami males (juga takut karena mesti lewat kuburan). Entah ide siapa akhirnya terpaksa kami nekat boncengan bertiga naik motor Tiger yang joknya nungging itu sambil deg-degan dan berharap nggak ada warga desa yang lihat kelakuan kami. Kan nggak lucu kalau kami kepergok. Nanti dikira habis melakukan sesuatu yang tidak senonoh.
Untungnya jalanan desa udah sepi, gelap, dan 2 laki-laki ini selalu menganggap saya laki-laki juga. hahahaha

Sampai depan rumah pak modin, saya turun dan mengendap-endap masuk lewat pintu samping. Sampai di kamar, saya dengar pak modin keluar rumah menghampiri Bayu & Jono yang belum sempat kabur. 
Waduh, konangan ki. Batin saya.
Pak modin: "Cari siapa mas?"
Jono: "Dita ada, pak?" 
Pak modin: "masuk dulu, mas". Pak modin kemudian manggil saya, "Dita... ini dicari temannya".
Kemudian saya keluar ketemu duo Bayu & Jono dengan muka lempeng menahan tawa.
Terpaksalah mereka berdua namu sebentar di rumah pak modin sebagai alibi, pura-pura nggak terjadi apa-apa sebelumnya. hahahaha


Pengalaman II

Suatu hari saya harus pulang ke Semarang. Mesti ngisi KRS kalo nggak salah. Maklum, jaman dulu ngisi KRS masih manual yes. Harus datang ke kampus.
Saya berdua Bayu boncengan naik motor dari desa ke Semarang. Jaraknya sekitar 40 km. Saya lupa waktu itu berangkat pagi buta atau malam hari. Pokoknya langit gelap. Sampai di jalan lingkar, hujan turun deres tambah angin kenceng. Duh, horor banget. Jalanan licin, jarak pandang terbatas. Motor Bayu sampai geser-geser sendiri kena angin. Padahal motor Tiger kan gede, Bayunya juga gede. Tapi anginnya lebih gede.
Belum sampai setengah perjalanan, kami harus berbelok lewat jalan alternatif. Mblusuk-mblusuk karena jalan rayanya banjir. Motor ngak bisa lewat. Haduh...
Beberapa kali kami harus tanya orang desa yang kami lalui, lewat jalan mana supaya kami bisa balik ke jalan raya lagi. Kan serem juga kalau kami keblasuk sampai jauh.
Saya cuma bisa berdoa aja. Wes pasrah, semoga nggak nyasar dan selamat sampai tujuan.
Alhamdulillah kami akhirnya sampai Semarang dengan selamat setelah melewati perjalanan panjang nan mencekam.


Baca juga: Jangan Ragu Mendatangi Majelis Ilmu Saat Traveling


Pengalaman III

Kami berempat motoran ke desa paling ujung, nengokin pacarnya si Bayu. Masih satu kecamatan dengan desa kami, tapi jauh banget, mesti lewat sawah, ladang, dan menyeberangi sungai. Belum ada jembatan.
Nama sungainya Bodri atau lebih sering disebut Kali Bodri. Kabarnya sudah banyak orang yang tenggelam di sungai ini. Karena memang sungainya gede banget dan arusnya deras karena langsung bermuara ke Laut Jawa. Sebelum menyeberang, mas-mas tukang getek udah pesen. Nanti baliknya jangan kesorean ya, soalnya takut air pasang dan arusnya gede, geteknya nggak bisa beroperasi. Kalau getek nggak beroperasi, kami harus lewat jalan biasa yang tentu saja juauh buanget. Males kan.
Baru pertama kali itu saya nyeberang kali pakai getek bersama motor. Deg-degan banget, takut geteknya njungkel sementara saya kan nggak bisa berenang.
Alhamdulillah kami selamat sampai tujuan dan kembali lagi ke desa. Oh, sebelum balik ke desa, kami sempat mampir dulu ke pantai. hahaha


Pengalaman IV

Ini adalah pengalaman yang paling epic dan meninggalkan bekas sampai sekarang.
Ceritanya kami mau nengokin Rizka, teman sejurusan saya yang meminjamkan motornya ke saya buat operasional di desa. Maklum, saya dulu nggak punya motor dan dari 13 orang tim KKN desa saya yang bawa motor cuma 2 atau 3 orang gitu. Nah, di desanya Rizka yang bawa motor banyak. Makanya motornya dipinjamkan ke saya biar lebih manfaat.

Seperti biasa, kami berempat berangkat selepas Ashar. Desa KKN-nya Rizka ini masih satu kecamatan tapi lumayan jauh di ujung. Nggak perlu nyeberang kali, cukup lewat sawah dan ladang aja.
Sekitar 200 meter sebelum posko KKN desanya Rizka, mak jegagik kami kecelakaan. Saya dan Jono jatuh dari motor. Padahal Jono nggak ngebut blas lho dan nggak ngepot juga. 
Kami jatuh di tikungan jalan desa yang berpasir dan pinggirnya ada comberan. Ada mobil dari arah berlawanan yang qadarullah remnya pakem, jadi doi berhenti tepat di depan TKP kecelakaan tunggal kami. Mbak Indri yang berbadan mungil seketika mencolot dari boncengan Bayu padahal motornya tinggi. Saking kagetnya doi dan pengen cepet nolongin saya dan Jono yang mungkin terlihat mengenaskan. 

Jadi tuh ya, kami jatuh pas di tikungan. Saya jatuh tepat di atas badannya Jono. Sementara Jono tengkurep di aspal, kena pasir dan comberan. Motor Rizka yang kami pakai ngegelosor di jalanan. Stangnya mlengse, spion coplok, footstepnya bengkok, bemper depan somplak. Untungnya mesinnya nggak mogok.
Jono luka lecet-lecet di tangan kiri plus kena cipratan comberan, mana doi pake celana jeans yang robek di dengkul. Jadilah dengkulnya juga luka. Sementara saya cuma lebam dan lecet sedikit di dengkul karena kena motor. Alhamdulillah saya nggak kena comberan dan lukanya sedikit. Tapi deg-degannya itu yang ngeri banget. Nggak enak sama Rizka, motornya ringsek gitu. Belum lagi nanti kalau balik ke desa, mesti ngomong apa sama bapak-ibu induk semang kami. Duh, pokoke rasanya campur aduk banget.
Setelah kami ngaso di warung dan hati agak tenang, kami lanjut menuju posko KKN-nya Rizka yang udah tinggal selemparan kolor bayi. Alhamdulillah Rizkanya nggak marah lihat motornya ringsek malah berbalik jadi iba lihat saya dan Jono. Tentu saja saya dan Jono akan bertanggung jawab memperbaiki motornya.

Sebelum senja menjelang kami kembali ke desa. Karena Mbak Indri nggak bisa mengendarai motor makanya nggak bisa tukar formasi secara silang. Saya terpaksa mboncengin Jono dalam keadaan motor ringsek yang stangnya sudah dilurusin seadanya. Pokoknya bisa dipake meski tetep mlengse.
Sampai di desa kami nggak ngomong kalau habis kecelakaan. Tapi bapak yang rumahnya ditempati Jono dan Bayu melihat motor ringsek gitu langsung tanya: "Motornya kenapa, mas? Jatuh ya? Yowes besok saya bawa ke bengkel ya." Duh, si bapak baik banget. 
Malamnya kami ada acara di Balai Desa. Yang lain bantu-bantu, saya dan Jono kompakan demam sambil mringis-mringis. Warga desa nggak ada yang tahu kalau kami habis kecelakaan. 
Besok sorenya motor Rizka sudah balik normal lagi setelah dibengkelke sama bapak induk semang Bayu & Jono. Alhamdulillah.

Baca juga: Dua Kali Terjebak Tour de Singkarak


Pengalaman KKN Sambil Jalan-Jalan

Menurut saya, ikut KKN itu sungguh sebuah pengalaman yang seru dan berharga meski saya nggak terlalu paham apa manfaatnya secara akademis selain dapat nilai A dan jadi ngrepoti masyarakat desa atas ulah kami yang makannya banyak dan sering rame kalau kumpul-kumpul.
Yang penting buat saya sih, saya jadi tahu rasanya gimana tinggal di desa, jadi pernah lihat orang nanem padi di sawah, nambah pengalaman jalan-jalan, dan nambah teman juga. Seperti saya dengan Jono. Meski kami berbeda suku, budaya, dan agama tapi kami tetap bersatu karena punya hobi yang sama: jalan-jalan, dan kami masih bersahabat sampai sekarang. Makasih lho, Jon!

Banyak pengalaman berharga yang jadi guru terbaik dalam hidup saya.
Termasuk sepulang dari KKN saya jadi punya trauma sama tikungan sampai sekarang! Saya kalau dibonceng motor pas lewat di tikungan, rasanya deg-deg ser. Takut ngglinding. Tapi kalau ngendarain motor sendiri lewat tikungan saya nggak takut. hahaha

Buat kalian para mahasiswa yang kampusnya ada KKN (jaman sekarang masih ada KKN nggak sih?), ambil aja kesempatan ini. Isi sebanyak-banyaknya dengan pengalaman baru yang seru-seru yang nggak bisa kamu dapetin di dalam kelas dan di kehidupan sehari-hari kalian. Tentu saja jangan lupa untuk tetap mematuhi aturan yang berlaku di tempat itu ya. Jangan sampai terjadi malapetaka seperti KKN di Desa Penari.

Kamu punya pengalaman KKN seperti apa?
Cerita dong di kolom komentar :)

4 komentar

  1. saya ngga pernah KKN sama sekali mbak, kuliah cuma D1, hahaha,, jadi ga ada pengalaman yang begituan.

    memang KKN di desa penari heboh se heboh2nya,

    Untung deh remnya pakem ya mbak, jadi ga terjadi hal-hal yang ga diinginkan, alhamdulillah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh, mesti kuliah lagi tuh...
      pilih yang ada KKN-nya, biar seru. hihihi

      iya, alhamdulillah tuh mobil berenti. kalo enggak mungkin kami udah penyet.

      Delete
  2. Saya nggak punya cerita KKN mba, soalnya saya ga pernah KKN, baik kuliah kerja nyata maupun Korupsi, Kolusi dan Nepostisme hahahahaha.

    Kalau di tehnik namanya KP atau Kerja Praktek, entah sekarang namanya apa :D

    Dan karena itu ya KPnya ga jauh-jauh, di dalam kota saja, cuman di proyek aja.

    Lagi heboh banget ya dengan KKN itu, meski setiap kali baca, bayangan saya selalu ke Korupsi hahahahaa.

    Btw saya ngakak ama yang poop sembarangan itu, meski sebenarnya kalau di pelosok hal demikian bukan hal yang aneh ya.

    Bahkan seringnya kalau dekat laut mereka menjadikan pantai sebagai WC terpanjangnya hahahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau di kampus saya, anak teknik atau non tenik sama-sama ada KKN, mbak. jadi seru, bisa kenal macem-macem anak dari fakultas lain.

      iya, jaman dulu di desa mah yang punya MCK masih belum banyak. makanya mereka biasa buang hajat di kali. nah di desa KKN saya nggak ada kali, adanya saluran irigasi. jadi kalau malam banyak tuh yang pada berjejer di sono. hiihihi

      Delete

Silakan tinggalkan komentar, tapi mohon maaf komentar saya moderasi karena banyaknya spam.
Mohon untuk tidak menyertakan link hidup, ya...
thanks,