Kapok Wisata ke Danau Toba

Kapok Wisata ke Danau Toba
Saya kapan hari kembali jalan-jalan (sambil kerja) ke Toba. Ini adalah kunjungan saya yang kesekian kalinya. Jan-jannya saya tuh kapok dan nggak pengen balik lagi ke sana kalo nggak terpaksa karena pekerjaan. 
Lha kok bisa?
Iya, entah kenapa Danau Toba itu sebuah daerah wisata yang pemandangan alamnya bagus banget, tapi bikin kapok turis (termasuk saya) buat datang lagi dan lagi.

Toba adalah danau kaldera terbesar di dunia yang terbentuk dari letusan gunung api raksasa (supervolcano) yang sangat dahsyat. Danau Toba panjangnya 100 kilometer dengan lebar 50 kilometer. Sungguh sangat gedem banget. Saking guedenya, danau ini udah mirip laut lengkap dengan ombaknya.


Danau Toba sudah digadang-gadang jadi destinasi pariwisata kelas dunia sejak jaman saya masih kecil. Tahun 2019 ini digemborkan lagi dengan gegap gempita supaya menjadi destinasi wisata yang bisa menyedot jutaan turis dari dalam dan luar negeri.


Tapi menurut saya, Toba ini masih juauh dari harapan untuk menjadi destinasi wisata kelas dunia. Apalagi kalau dibandingkan dengan Jogja. Bagaikan langit dan butiran debu. Kenapa?

Lha jaman saya ke Toba pertama kali tahun 2008 sampai terakhir saya kesana September 2019, kondisinya masih sama persis. Yo mung ngono kui wae, nggak ada kemajuan yang berarti. Hotel-hotelnya masih buluk, pelayanan masih buruk, fasilitas untuk turis juga masih minim dan kondisinya busuk, masyarakatnya juga tidak 'welcome', kondisi jalan juga masih gronjalan, harga-harga buat turis juga 'ngepruk', lingkungannya juga masih tidak tertata, ditambah berita gagal pahamnya Bupati Samosir tentang 'wisata halal'. Pokokmen marai kapok buat balik lagi meskipun pemandangan alamnya sungguh sangat indah.

Baca juga: 5 Tempat Wisata Yang Wajib Dikunjungi di Kota Toboali



Kapok Wisata ke Danau Toba

Tak critani pengalaman saya ke Toba terakhir kemarin ya....

Saya ke Toba via Bandara Silangit, lewat Jalan Tele-Pangururan kemudian nyeberang Jembatan Tano Ponggol menuju Pulau Samosir. Tentu untuk urusan pekerjaan, bukan murni jalan-jalan. Perjalanannya lumayan melelahkan dengan kondisi jalan sempit dan gelap (kalau malam) yang kadang mulus kadang gronjal, naik turun berkelok-kelok. Pemandangan sepanjang jalan kalau nggak hutan ya jurang yang di bawahnya ada Danau Toba. 


Karena hari sudah sore, badan sudah pegel perjalanan dari Jakarta-Silangit, dan perut sudah lapar, saya dan rombongan mampir ke menara pandang di daerah Tele untuk ngaso sekalian jajan. Saya (dan teman-teman) udah ngebayangin mau jajan Indomie aja. Kenapa? Karena pengen yang panas dan seger ditengah dinginnya udara di Tele. Lagipula kalau Indomie kan rasanya sudah standar pasti enak karena bumbunya bertabur micin. Begitulah pemikiran kami.


Setelah memesan ke abang-abang warung, kami nunggu sambil foto-foto pemandangan Danau Toba dari atas menara pandang. Memang cantiknya tak terbantahkan. Saya juga numpang pipis dan salat Asar. Kamar mandinya sebenernya bagus karena bangunan baru tapi kondisinya seperti tak terawat, pesing pula. Musholla juga kotor banget seperti nggak pernah dibersihkan selama setahun. Duh koyo ngene kok kepengen dadi destinasi wisata kelas dunia, batin saya.


Kemudian pesanan indomie kami pun tiba. Seneng dong... secara udah laper dan nungguinnya juga lumayan lama. Saya dan 2 teman saya pesen Indomie rebus, 1 teman yang lain pesan Indomie goreng. 

Pas ngicip sendokan pertama...
Lha kok gak onok rasane! 
Oh mungkin belum diaduk, batin saya. Trus saya aduk-aduklah mie dalam mangkok itu. Pas diicip lagi, tetep HAMBAR nggak ada rasanya blas!
Begitupun 2 teman saya yang memesan indomie rebus. Indomienya semua sama-sama hambar!
Sementara teman saya yang pesan indomie goreng komplain kalau indomienya KEASINAN! 

Kami pun manggil abang-abangnya:

Saya (S): Bang, lupa masukin bumbu ya? Ini nggak ada rasanya. Minta bumbunya dong...
Abang Warung (AW): *ngacir turun ke warung*. *balik ke atas dengan muka lempeng* Nggak lupa masukin bumbu kok. Udah nggak ada lagi bumbu di dapur.
S: Lha ini nggak ada rasanya sama sekali, bang. Hambar. Saya minta garem deh sama saos.
AW: *ngacir turun ke warung* *naik lagi, dan menyerahkan BUMBU INDOMIE GORENG*
S: *Ya Allah... paringono sabar*. *makan indomie rebus rasa indomie goreng*.

Hadoooh.... iki piye sih, warung di tempat wisata mosok masak Indomie sing cipirili wae gagal total. Kok yo kebangeten banget.... 


Kami pun melanjutkan perjalanan ke Pulau Samosir dengan membawa sebongkah kekecewaan.


Sampai di Pulau Samosir, kami langsung menuju hotel. Hotelnya busuk dan kotor pula. Air panas mati ngucurnya juga icrit-crit, handuk dan sepreinya buluk, resepsionisnya jangankan menyambut dengan ramah, doi nggak ngerti apa-apa. Pokoknya ini menambah kekecewaan kami. Untung kami cuma menginap semalam.

Oh, saya jadi ingat pengalaman teman saya yang menginap di salah satu hotel di Samosir juga. Balik dari sana badannya bentol-bentol digigitin kutu, sampai sebulan baru sembuh. Ngeri kali.

Malamnya kami keluar cari cafe buat ngopi. Datanglah kami ke cafe terapung (dibangun di semacam dermaga buatan di atas Danau Toba) yang katanya ngehits karena presiden pernah ke sana.
Saya dan 1 teman saya memesan "Hazelnut Coffee Blended". Sengaja milih yang blended bukan yang hot atau cold (ada 3 pilihan di menunya) karena dalam bayangan kami, kalo blended itu kan esnya diblender dan rasanya lebih nikmat macam yang di cafe-cafe pada umumnya. Pokokmen ekspektasi kami ya standar seperti yang biasa kami jajan di cafe.

Setelah sekian lama menanti, pesanan kami pun datang.

Lho?!
Kok wujudnya berupa segelas kopi rasa hazelnut yang encer dan es batu.
Lha iki "blended"nya dimane???
Teman saya sampai nanya ke abangnya:
Teman (T): "Bang, ini bener Hazelnut Coffee Blended?"
Abang Cafe (AC): "iya"
T: "Nggak salah yang Hazelnut Coffee ice? Soalnya ini es batunya nggak diblender".
AC: "Enggak. itu bener Hazelnut Coffee Blended". *muka lempeng*
T: *antara kecewa tapi pengen ngakak*

Ada lagi teman yang pesan nasi ayam goreng dan nasi goreng. Luamaaaa banget tuh pesenan kagak keluar-keluar. Udah ditanyain berkali-kali juga hasilnya nihil. "Belum" kata sang pelayan. Sampai nggak lapar lagi saking lamanya nungguinnya.

Kami mau pulang, tuh pesenan belum juga nongol. Yaudah, akhirnya dibatalin aja daripada masuk angin nungguin kelamaan.
Lagi-lagi kami kecewa untuk yang kesekian kali. hahahaha

Akhirnya kami belok ke warung Jawa Muslim yang jual pecel lele dan rame banget. Warung inilah yang normal. Pesanan datangnya nggak lama, rasanya juga enak, sambalnya pedes, dan dijamin halal. 

Nggak lagi-lagi kami datang ke cafe kekinian walaupun itu jarene pernah didatengin presiden. Kapok!

Esoknya saya balik ke Silangit. Dari Samosir hari sudah malam, harus menempuh jalan berliku yang gelap, berkabut, dingin, lengkap dengan hujan gerimis. Mana mesti liwat daerah angker di Dolok Partangisan (antara Dolok Sanggul dan Tele) dengan kanan kiri hutan dan semak belukar yang dulunya adalah tempat ajaran misitis, tempat buang mayat, serta sarang perampok dan bajing loncat. Sopirnya pake acara cerita horor pula. Hiiii..... 

Wes jan nggak ada manis-manisnya pengalaman ke Danau Toba ini.

Baca juga: Masjid Tua Wapaue, Saksi Penyebaran Islam di Maluku


Lain hari saya ke Toba lagi via Simalungun untuk urusan pekerjaan. Nggak nyeberang ke Pulau Samosir.

Saya menginap di hotel yang katanya bintang empat dan terbaik di sana. Harga kamar per malamnya juga mahalnya ngalahin hotel merk terkenal dari jaringan ternama.
Sampai di hotel hari sudah malam. Resepsionisnya lama banget 'hah-hoh-hah-hoh' melayani kami dengan muka lempeng. Seperti anak SMK Perhotelan yang lagi magang. Boro-boro menyambut dengan keramahan khas hotel bintang 4. 

Saya (S): "di sini ada fasilitas kamar untuk sopir, nggak?"

Resepsionis (R): "ibu kan cuma pesan 4 kamar"
S: "Iya saya memang pesan 4 kamar. Saya ini nanya, di sini ada fasilitas kamar untuk sopir atau enggak? Karena biasanya di hotel lain di sekitar Toba sini menyediakan fasilitas kamar untuk sopir"
R: *bengong hola-holo* "tapi ibu kan cuma pesan 4 kamar. ibu mau pesan 1 kamar lagi?"
S: Enggak. Saya cuma nanya doang. *emosi*

Setelah sekian lama nungguin si resepsionis nyiapin kunci kamar, akhirnya kami melangkah gontai menuju ke kamar. Kamarnya gede banget tapi macam 3 hari nggak dibersihkan. Kamar mandinya juga ngenes. Kotor dan air panasnya matek (FYI, daerah ini dingin ya, namanya juga di gunung. Jadi perlu air panas buat mandi biar nggak metitilen). Ada kamar yang handuknya 2, ada yang cuma 1, ada yang nggak ada handuknya. Ada kamar yang ada sandalnya ada yang nggak ada. Semua kamar nggak ada kesetnya. Telepon kamar mati. Tv-nya kecil (dengan kamar yang segede gaban) dan salurannya cuma semut semua. Nggak bisa ditonton blas. Wi-Fi juga mejen jaya. Listriknya idup mati bikin deg-degan. Kondisi ini merata di semua kamar yang saya pesan.

Malam itu juga saya langsung komplain. Minta handuk, sandal, dan air panas. Tapi seperti nggak digubris. Handuk dan sandal lama banget baru dikasih setelah berkali-kali diminta. Tapi air panas tetap mati.
Iseng saya buka review hotel ini. Rupanya banyak juga yang komplain. Malah ada beberapa orang yang menceritakan bahwa dia kena denda karena dituduh nyolong handuk hotel. Padahal di kamarnya memang nggak ada handuk. Duh...

Daripada perut lapar dan emosi makin memuncak, saya pun melipir ke warung di deket hotel. Warung muslim halal berpenampilan sederhana yang jual berbagai jenis ikan yang dimasak macem-macem. Yang paling spesial di warung itu adalah sambal andaliman. Harganya juga nggak mahal. Kami makan kenyang pakai ikan, sambal hijau dan sambal andaliman, daun singkong rebus, kuah soto & perkedel di mangkok kecil, plus cemilan 2 bungkus makaroni pedes, ber 6 cuma habis 85 ribu! 

Abang-abang penjaga warungnya ramah banget pula. 

Abang Warung (AW): "Kakak dari mana?"

Saya (S): "dari Jakarta"
------------------
S: "Boleh nambah sambal andalimannya lagi, bang?"
AW: "Boleh, kak. Enak ya?"
S: "Iya. heheh"
AW: "besok makan sini lagi ya, kak. Nanti saya kasih banyak deh. Sekarang kan sudah malam, sudah banyak yang habis menunya. Kalau siang masakannya lebih komplit, kak. Ada ikan asam manis segala"
S: "yah, besok saya udah balik Jakarta"
AW: "ya nggak apa-apa kak, besok kalau kakak ke sini lagi, mampir makan di sini ya".

Setelah kenyang dan hati bahagia, saya kembali ke hotel dan hati saya kembali suram sesuram hotel bintang empat yang bintangnya pada mrotoli ini.


Esok harinya...

Sarapan di hotel ini minimalis banget untuk kelas hotel bintang empat dengan harga lebih dari 500 ribu per malam. Cuma nasi goreng, mie goreng, kolak, bolu iris yang semua rasanya manis. Buahnya hanya ada nanas potong.

Pas saya check out, resepsionis lama banget ngelayaninnya. Sambil nunggu proses check out, saya komplain ke manajer hotelnya, kalau air panas mati, wi-fi mati, dan keberadaan handuk di tiap kamar yang antara ada dan tiada. 

Saya (S): "ibu, ini hotel memang nggak ada air panasnya ya?"
Manajer (M): "ada kok"
S: "kok di semua kamar yang saya pesan air panasnya mati"
M: "kenapa ibu ngak komplain?"
S: "lho, saya sudah komplain malam itu juga, tapi nggak digubris. Air tetep mati sampai saya check out ini".
M: "wah, berarti ibu kedinginan dong mandinya?"
S: *MENURUT NGANA?!* *Bener-bener bikin emosi jiwa*.

Rasanya saya nggak rela banget bayar mahal buat nginep di hotel hotel kek gini. Untung saya cuma nginep semalem dan dibayarin kantor.
Mbok ya kalau udah masang bintang empat itu kudune fasilitas dan pelayanan dan semuanya juga standar bintang empat. Mosok cuma harganya doang yang bintang empat, tapi pelayanan dan fasilitasnya kelas losmen jam-jaman. Sama Losmen Bu Broto aja kalah bagus. Gimana mau mendatangkan jutaan turis kalau begini kondisinya?

Baca jugaMelihat Bunga Rafflesia Arnoldii di Hutan Bengkulu


Kapok Wisata ke Danau Toba

Ya begitulah pengalaman saya mengunjungi Danau Toba.
Kapok sekapok-kapoknya. 
Danau Toba itu juga hanya indah dilihat dari puncak dan titik tertentu aja. Selebihnya ya biasa bae, soalnya sekelilingnya kurang tertata dengan baik. Cukup sekali kesana ya udah, nggak ada rasa kangen pengen kesana lagi. hahaha

Sayang banget deh, potensinya besar sekali tapi tidak digarap dengan serius. Sepertinya pemerintah daerah dan masyarakat Toba ini perlu ekstra kerja keras untuk menjadi destinasi wisata kelas dunia. Bukan tidak mungkin dan bukan tidak bisa kok. Bisa banget malah, asal mau belajar dan mau berubah menjadi lebih baik. 

Minimal belajar dari Jogja yang sangat 'welcome' menerima wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Masyarakatnya ramah, destinasi wisatanya juga digarap serius, fasilitasnya komplit, dan semuanya meninggalkan kenangan yang indah di hati wisatawan dan membuat mereka kangen ingin balik lagi, lagi, dan lagi. 

Tentang penolakan wisata halal di Toba, mungkin pemerintah dan masyarakat di sana perlu cari tahu dan belajar lebih banyak lagi, sebenarnya yang dimaksud wisata halal itu apa sih? Jangan langsung emosi main tolak pake demo segala tapi nggak paham maksudnya apa. "Banter tur salah". Yang ada malah jadi salah paham dan salah kaprah yang memicu perselisihan. Mosok kalah sama Korea dan Jepang yang sukses besar meningkatkan jumlah wisatawan dengan memasukkan wisata halal sebagai salah satu daya tarik pariwisatanya. 


Baca jugaPengalaman ke Seoul Saat Halal Restaurant Week Korea


Buat kalian yang penasaran dan pengen ngerasain pengalaman wisata ke Danau Toba dari Pulau Samosir, boleh cek ricek dulu hotel di Pulau Samosir dari kotak pencarian di bawah ini supaya nggak kena zonk.



24 komentar

  1. Seburuk itukah,Mba? Padahal aku niat mau ke sana.kok baca reviewnya jadi males yaa ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini pengalaman saya aja sih, mbak. qadarullah beberapa kali ke Toba dapet pengalaman kurang baik.
      mungkin mbak kalau kesana punya pengalaman yang lain :)

      Delete
  2. Toba jadi salah satu area yang memang lagi dikembangkan sama Dinas Pariwisata setempat. Aku masih penasaran aja sih sama sana, mungkin sekalian keliling Berastagi dan daerah sekitarnya :D

    acipah.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. dari jaman saya SD dulu Toba udah digembar-gemborkan sama dinas pariwisata bahkan kementerian pariwisata. tapi ya gitu deh, sampai saya setua ini Toba tetep gitu-gitu aja. belum ada perubahan yang berarti untuk mendukung keindahan pemandangannya.
      bahkan saya pernah baca artikel yang ditulis turis bule, kalau mereka kapok datang ke Toba karena masyarakatnya yang tidak 'welcome' dan doyan ngemplang harga. kemudian turis bule itu membagi pengalamannya ke para pelancong bule lainnya.
      kalau sudah begini, betapa ruginya pariwisata Toba, dan itu akibat ulah mereka (masyarakat) sendiri.

      semoga sih kedepannya bisa lebih baik.

      Delete
  3. Bikin indomie aja gagal? Yaa ampunn parah banget tuh! Sayang banget kalo ada potensi wisata yang disia-siain gitu. Gemes baca soal hotel juga, wah jadi nggak pengen ke sana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. gemes ya mbak? apalagi saya yang ngalamin, gemes buanget. ahahahah
      suatu hari nanti kalau mbak berkesempatan ke sana, semoga semuanya sudah lebih baik.

      Delete
  4. Ah inilah pentingnya review jujur dari blogger. Soalnya kalau lihat iklannya di instagram gitu kayaknya wow banget. Ternyata fasilitasnya menyedihkan yaaa. Terimakasih sudah berbagi cerita mbak 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya gitu deh pengalaman saya beberapa kali ke sana. review jujur banget ini mbak. hahahah
      semoga segera berubah jadi lebih baik.

      Delete
  5. hehe.. kata2 "menurut ngana" dengan capslock udah menggambarkan emosi tingkat tinggi yah.
    Eh maaf numpang komen. salam kenal mba

    ReplyDelete
  6. Padahal aku pengen banget ke Danau Toba Mbak, secara kan danau terbesar di Indonesia. Wah 11 tahun tanpa kemajuan yang signifikan ya sayang banget, padahal ceritanya cukup menjual.

    ReplyDelete
    Replies
    1. pemandangan alam danaunya sih memang bagus, mbak.
      tapi ya gitu deh....

      Delete
  7. wakakakakakakak, ya ampuunnn, maafkan mbaaa Dita, saya tertawa di atas penderitaan mba :D

    Tapi bener gemesin sampe pengen ngakak.

    dan beneran saya ternganga, baru kali ini saya menemukan tulisan yang beda tentang danau Toba, biasanya penuh dengan pujian akan keindahan alamnya, dan semacamnya.

    Saya pengen ke sana juga deh, tapi juga takut mengalami hal serupa, masih sangat jauh ya kalau mau dibikinin wisata dunia

    ReplyDelete
    Replies
    1. pemandangan alam di danaunya memang indah sih, mbak.
      tapi ya gitulah pengalaman saya berkali-kali ke sana. hahahaha
      tapi coba aja mbak Rey ke sana, siapa tahu tukang indomienya udah lebih canggih masaknya. hehehe

      Delete
  8. oh gitu ya mbak, padahal aku pingin lihat ke sana

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya ini sih pengalaman saya, mbak TIra.
      siapa tahu pas ke sana pengalaman Mbak Tira berbeda :)

      Delete
  9. Aduh, mohon maaf atas ketidaknyamanannya ya mba. Jujur saya sebagai org yg besar di Medan juga prihatin sama kondisi Danau Toba sekarang. Saya ini perantau, nah lebaran kemarin sempet mudik lah ke Medan, dan sempet jalan-jalan ke Danau Toba. Menurut saya sih jauh lebih bagus yang dulu, mulai dari parkiran sampai masuk-masuk ke danaunya. Tapi sekarang malah dari parkiran sampe ke danau malah kayak nggak ke urus. Wisata kelas dunia macam apa ini. Jadi malu sendiri saya, hikshiks..

    ReplyDelete
    Replies
    1. tuh kan...
      ternyata bukan saya aja yang berpendapat demikian. hehehe

      Delete
  10. Yah begitulah. Mostly masih sangat amburadul. Tapi kemarin saya mendapat pengalaman yang cukup bagus. Mendarat di Silangit, dan menginap di Balige (Labersa Hotel). Kamar, pelayanan, dan sarapannya mantab. Dikasih voucher gratis ke water boom yang ada di belakang hotel. Saya hanya mengunjungi Bukit Singgolom, yang merupakan salah satu tempat yang dikunjungi Raja dan Ratu Belanda saat berkunjung ke Danau Toba. Dan saya juga berkunjung ke Sipinsur Park Geosite. Kedua pemandangannya keren dan udaranya segar. Secara fasilitas masih sangat jauh sebagai tujuan destinasi. Bukan tempat yang ngangenin untuk dikunjungi ulang. Tapi sekali seumur hidup oklah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju!
      bukan tempat yang ngangenin untuk dikunjungi :D

      Delete
  11. Hahhhhhhahahhah....saya aja yg orang sumut ngakak membacanya mbak....memang begitulah kekurangan org2 kami di sana...kelamaan lihat gunung dan hidup di cuaca dingin....jadinya bawaan nya emosi an (Nada Tinggi)...yeah begitulah...saya sendiri aja kecewa program wisata halal di respon dgn salah sama warga setempat...sedih...kerana mereka merasa lebih tau dan lebih paham dgn danau toba...jadinya mereka tidak mau belajar dari daerah lain...akaibat terlalu asyik lihat gunung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya pernah mengikuti webinar tentang Danau Toba. malah ada orang asli Toba yang mengemukakan pendapatnya persis seperti yang saya tulis. beliau merasa sangat kecewa, kenapa orang-orang di sana kok gitu banget dan susah sekali untuk berubah menjadi lebih baik.

      semoga seiring berjalanannya waktu dan perkembangan jaman, nanti bisa berubah menjadi lebih baik yhaa...

      Delete

Silakan tinggalkan komentar, tapi mohon maaf komentar saya moderasi karena banyaknya spam.
Mohon untuk tidak menyertakan link hidup, ya...
thanks,