Keliling Pulau Penyengat

Keliling Pulau Penyengat

Ini cerita perjalanan saya sekian tahun yang lampau.

Berawal dari sebuah pekerjaan di Pulau Batam, saya dan 3 orang teman extend untuk plesiran ke Pulau Penyengat.
Perjalanan kami mulai dari Pulau Batam, naik feri ke Tanjung PInang, Pulau Bintan. Dari pelabuhan feri Tanjung Pinang, kami jalan kaki geser dikit ke dermaga di sebelahnya untuk menyeberang ke Pulau Penyengat.
Nyeberang ke Pulau Penyengat ini naik perahu motor kecil atau warga setempat nyebutnya pompong. Biasanya pompong baru akan berangkat setelah diisi 15 penumpang. Tapi kami memilih untuk berangkat berempat saja bersama tukang kapalnya. Lupa bayarnya berapa soalnya ditraktir sama om-om yang punya rumahdaribambu.com.






Pulau Penyengat merupakan pulau kecil yang letaknya di lepas pantai barat Pulau Bintan dan masuk dalam wilayah Kota Tanjung Pinang Provinsi, Kepulauan Riau. Pulau ini menyimpan sejarah masa imperium Kesultanan Melayu dimana Kesultanan Melayu - Linggau (1722-1911) pernah mempengaruhi Kesultanan Melayu dari Semenanjung Malaka sampai Kepulauan Riau. Pulau ini disebut juga "Pulau Maskawin" karena seperti diceritakan dalam buku Tuhfad Nafis, Sultan Mahmud Syah III memberikan Pulau Penyengat sebagai maskawin saat menikahi Engku Putri Raja Hamidah, untuk tempat tinggal mereka serta keluarga Raja Hamidah yang merupakan keturunan Bugis.


Baca juga: Escape ke White Sand Island


Setelah 15 menit penyeberangan dengan pompong, sampailah kami di Pulau Penyengat. Suasana pulau ini sangat Melayu sekali, semacam kampungnya Upin Ipin.

Kami memilih untuk keliling pulau dengan bentor (becak motor), masing-masing bentor diisi 2 orang. Bentor di pulau ini harganya sama semua, harga pas nggak boleh nawar dan dihitung per jam. Kalau mau keliling pulau penyengat jalan kaki juga bisa sih, tapi bakalan capek dan gembrobyos kotos-kotos karena cuaca di sana puanas pol-polan.
Oia, tukang bentor ini sekaligus merangkap sebagai guide. Kami diantar untuk singgah di setiap tempat bersejarah dan tukang bentornya bakal menjelaskan sejarah/cerita tentang tempat tersebut sekaligus bisa dimintai tolong buat motretin.


Tempat yang pertama kami kunjungi adalah kompleks makam yang berisi makam dari Raja Hamidah (engku puteri) permaisuri Sultan Mahmud Shah III Riau- Lingga (1760-1912), makam Raja Ahmad (penasehat kerajaan), makam Raja Ali Haji (pujangga kerajaan), makam Raja Abdullah Yom Riau - Lingga IX dan makan Raja Aisyah (permaisuri).
Salah satu makam yang spesial adalah makam Raja Ali Haji, seorang pujangga kerajaan yang diangkat sebagai pahlawan nasional karena jasanya di bidang kesusastraan Melayu. Salah satu kaya sastranya adalah Gurindam Dua Belas. Bangsawan keturunan Bugis ini meruppakan salah satu yang pertama kali mencatat dasar-dasar tata bahasa Melayu dalam "Pedoman Bahasa" dan kemudian dijadikan rujukan penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928.
Deket situ ada juga kompleks makam Yang Dipertuan Muda Riau VI Raja Ja'far dan makam Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja Ali Marhum Kantor. Kemudain di tempat lain lagi ada makam Yang dipertuan Muda Riau VII Raja Abdul Rahman.

Kami melanjutkan perjalanan melewati Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah. Gedung bergaya indische empire ini atapnya sudah hilang dan bangunannya sudah tinggal reruntuhan meskipun pilar ala-ala Yunani masih tegak berdiri. Dulunya, gedung ini adalah rumah dari seorang hakim mahkamah syariah kerajaan bernama Raja Haji Abdullah bin Raja Hassan bin Raja Ali Haji.

Keliling Pulau Penyengat    Keliling Pulau Penyengat

Lanjut ke Balai Adat Melayu Pulau Penyengat. Bangunan rumah adat Melayu ini dulu merupakan tempat anggota kerajaan menyimpan perabotan raja dan permaisuri juga tempat untuk acara resmi kerajaan dan tempat untuk berdialog antara raja dan masyarakat. Kini di Balai Adat Melayu kita bisa melihat pelaminan adat Melayu lengkap dengan asesorisnya. Di sini kita juga bisa menyewa pakaian adat dan berfoto.

Di seberang Balai Adat Melayu ada sebuah dermaga kecil yang belum jadi. Entah sekarang sudah jadi atau emang nggak dijaiin.

Baca juga: Jalan-Jalan ke Candi Muara Takus


Setelah foto-foto di dermaga, kami lanjut ke Istana Kantor atau Marhum Kantor. Sebuah bangunan 2 lantai yang dibangun tahun 1844 berwarna kuning hijau ini dulunya adalah istana Yang Dipertuan Agung Muda Riau VIII Raja Ali berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga raja dan kantor pusat pemerintahan. Konon bangunan yang masih berdiri ini hanya bangunan utamanya saja. Selebihnya sudah tinggal puing-puing.







Tujuan berikutnya adalah Benteng Bukit Kursi. Di Benteng inilah kami mengakhiri sewa bentor. Bentor hanya mengantar sampai kaki bukit, kami bayar, dan bye...

Kami akan mendaki Bukit Kursi dan bakalan balik ke titik awal perjalanan dengan berjalan kaki.
Benteng Bukit Kursi adalah sebuah benteng pertahanan kerajaan saat melawan Belanda peninggalan Raja Haji Fisabilillah yang dibangun selama 4 tahun di atas sebuah bukit bernama Bukit Kursi. Benteng ini menghadap langsung ke laut lepas dan dikelilingi oleh parit-parit. Di dalamnya ada beberapa meriam yang masih tertinggal. Konon dulu meriamnya berjumlah 90 buah.
Agak turun dari bukit, ak jauh dari benteng ada Gedung Mesiu (Gudang Obat Bedil), tempat dimana bubuk mesiu untuk bahan peledak meriam disimpan. Konon bangunan ini juga digunakan sebagai penjara di masa kerajaan.
Keliling Pulau Penyengat      Keliling Pulau Penyengat


Setelah foto-foto berbagai pose di atas benteng, kami pun berjalan turun menuju ke Masjid Sultan Riau yang menjadi ikonnya Pulau Penyengat. Masjid berarsitektir Mughal India berwarna kuning dan hijau ini adalah pusat kegiatan keagamaan di Pulau Penyengat peninggalan Sultan Mahmud yang dibangun tahun 1803 dan direnovasi pada masa kekuasaan Yang Dipertuan Agung Muda Raja VII pada tahun 1832. Bangunan ini dibangun dengan menggunakan perekan dengan campuran puth telur yang dipercaya menjadikan bangunan masjid tetap kokoh tak lekang oleh waktu.

Baca juga: Wisata Kuliner Kota Cirebon



Keliling Pulau Penyengat
Karena hari Jum'at, ketiga teman saya harus melaksanakan shalat Jum'at di Masjid Sultan Riau. Sementara itu saya menunggu mereka sambil nongkrong di sebuah warung dan ngemil otak-otak khas Pulau Penyengat. Saking enaknya tuh otak-otak, nggak terasa habis 1 kantong kresek.
Selesai shalat Jum'at kami pun berjalan kembali menuju pelabuhan untuk menyeberang ke Pulau Bintan dan kleweran panas-panas cari warung buat makan siang sebelum kembali ke Pulau Batam dengan feri. 

4 komentar

  1. Kalau ke pulau penyengat saya pergi ke mesjid bersejarah. Semennya yang terbuat dari kuning telur...

    ReplyDelete
  2. Baru kemarin ada teman habis jalan-jalan dari Tanjung Pinang dan KepRi, lalu cerita soal Pulau Penyengat dan White Sand kalau nggak salah. Jadi penasaran mau lihat aslinya hehehehe.

    By the way, saya suka otak-otaaak. Mau tau rasa otak-otak di Pulau Penyengat seperti apa. Apakah sama dengan yang biasa saya makan atau nggak. Kalau dilihat dari fotonya agak mirip soalnya. Pasti enak yaaaa :9

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pulau Penyengat & White Sand Island lumayan juga buat wisata domestik, mbak. boleh coba ke sana.
      otak-otaknya tipe otak-otak tanjung pinang yang berbumbu. beda dengan otak-otak di jawa. soal rasa sama enaknya sih menurut saya. hehehe

      Delete
  3. Pernah denger nama pulau ini , dan keinget trus secara unik. Aku sempet mikir apa di sana banyak ubur2 makanya dibilang pulau penyengat :D.

    Menarik ya mba tempatnya, aku suka Krn msh banyak tempat2 bersejarah. Dari dulu aku slalu seneng sejarah soalnya. Ngebayangin kehidupan suatu kaum di zaman dulu..

    Tapi kalo kesana, aku bakal puas2in makan otak2nya sih :D. Makanan paling terfavorit bangettt :p

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan komentar, tapi mohon maaf komentar saya moderasi karena banyaknya spam.
Mohon untuk tidak menyertakan link hidup, ya...
thanks,